Liputan6.com, Jakarta - Tim Penasihat Hukum Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J membantah pernyataan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut adanya perselingkuhan antara Putri Candrawathi dengan Brigadir J. Penasihat hukum menyebut, pernyataan tersebut tidak berdasar.
"Dalam bagian kesimpulan jaksa terkait adanya perselingkuhan kami tidak sepakat," kata Tim Penasihat Hukum keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, saat dihubungi, Senin (16/1/2023).
Sebab, kata Martin, kliennya itu telah memiliki tunangan yang lebih muda dan cantik yakni Vera Simanjuntak yang memang diketahui telah saling merencanakan pernikahan.
Advertisement
"Mengingat Yosua sudah memiliki tunangan cantik yang usianya jauh lebih muda dari terdakwa Putri Candrawathi," ungkap Martin.
Meski begitu, Martin enggan berbicara banyak soal analisis JPU. Ia hanya menambahkan keluarga Brigadir J sepakat dengan jaksa terkait tidak adanya kejadian kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir J ke istri Ferdy Sambo saat di Magelang.
Jaksa Sampaikan Fakta Hukum: Terjadi Perselingkuhan Antara Brigadir J dan Putri Candrawathi
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyimpulkan fakta hukum terjadinya perselingkuhan antara korban Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan terdakwa Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Hal itu disampaikan saat sidang tuntutan terdakwa Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1/2023).
"Fakta hukum, bahwa benar pada hari Kamis tanggal 7 Juli 2022, sekira sore hari di rumah Ferdy Sambo di Magelang, terjadi perselingkuhan antara korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dengan saksi Putri Candrawathi," tutur jaksa.
Menurut jaksa, fakta hukum tersebut disimpulkan dari keterangan saksi nomor 210, keterangan terdakwa Kuat Ma’ruf nomor 124, 125, dan 50, juga keterangan saksi ahli poligraf Aji Febriyanto lewat BAP Lab kriminalistik Poligraf tanggal 9 September 2022.
"Bahwa benar korban Yosua Nofriansyah Hutabarat keluar dari kamar saksi Putri Candrawathi di lantai dua rumah Magelang, dan diketahui oleh terdakwa Kuat Ma’ruf, sehingga terjadi keributan antara Kuat Ma’ruf dan korban Yosua Nofriansyah Hutabarat yang mengakibatkan terdakwa Kuat Ma’ruf mengejar korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dengan menggunakan pisau dapur," papar jaksa.
Jaksa mengatakan, fakta hukum itu disimpulkan berdasarkan keterangan terdakwa Kuat Ma’ruf, keterangan saksi Ricky Rizal, dan keterangan saksi Putri Candrawathi.
"Bahwa benar, saksi Putri Candrawathi menelepon saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang ada di sekitar di Masjid Alun-Alun Magelang, agar saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan saksi Ricky Rizal kembali ke rumah Magelang, karena mengetahui adanya keributan antara korban Yosua Nofriansyah Hutabarat dan terdakwa Kuat Ma’ruf. Disimpulkan ini dari keterangan saksi Putri Candrawathi, saksi Sugeng Putut Wicaksono, keterangan saksi Ricky Rizal, keterangan saksi Richard Eliezer Pudihang Lumiu," jaksa menandaskan.
Advertisement
Kubu Putri Candrawathi: Tuduhan Perselingkuhan dengan Brigadir J Cacat Hukum
Tim Penasihat Hukum Putri Candrawathi, Arman Hanis angkat bicara terkait fakta hukum yang diyakini Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni soal Kuat Ma'ruf yang diduga mengetahui adanya perselingkuhan antara Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan Putri Candrawathi.
Menurut dia, argumen perselingkuhan antara kliennya dengan Brigadir J sebagaimana peristiwa Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022 tidak jelas dan cacat demi hukum.
Soal perselingkuhan antara Brigadir J dengan Putri Candrawathi dibacakan dalam tuntutan terdakwa Kuat Ma'ruf. JPU menuntut Kuat Ma'ruf delapan tahun berdasarkan dakwaan premier pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tuntutan JPU bersifat asumsi, hanya didasarkan pada poligraf yang cacat hukum dan bertentangan dengan dua alat bukti yang muncul di sidang," kata Arman saat dikonfirmasi, Senin (16/1/2023).
Oleh karena, argumentasi soal perselingkuhan di Magelang dapat memberikan efek negatif terhadap korban pelecehan seksual. Karena, tuduhan dari JPU dianggap tidak mendasar sebagaimana dakwaan.
"Sejumlah bagian dari tuntutan benar-benar bertentangan dengan bukti yang muncul di persidangan. Salah satu di antaranya adalah tuduhan perselingkuhan di tanggal 7 Juli 2022," kata Arman.
Padahal keterangan ahli psikologi forensik, Reni Kusumowardhani, dan hasil pemeriksaan psikologi forensik Nomor: 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022. Dianggap keterangan Putri layak dipercaya atau bersesuaian dengan tujuh indikator keterangan yang kredibel.
"Jadi, bagaimana mungkin Jaksa secara tiba-tiba membuat kesimpulan sendiri hanya berdasarkan poligraf yang cacat hukum? Ini betul-betul sebuah tragedi dalam logika dan penegakan hukum,” kata Arman.
Asumsi JPU
Bahkan, keterangan asisten rumah tangga (ART) Susi dan terdakwa Kuat yang telah menerangkan kondisi Putri yang pingsan di luar kamar setelah kejadian. Ditambah, keterangan Richard Eliezer alias Bharada E soal kondisi Putri yang menelponnya sambil menangis.
"Kami memandang, asumsi yang bertentangan dengan bukti tersebut membuat korban menjadi korban berulang kali, double victimization," kata Arman.
"Meskipun dalam sebuah persidangan sikap penasihat hukum bisa saja berbeda dengan JPU, namun dari perspektif upaya pencapaian keadilan dan kebenaran, asumsi-asumsi yang dibangun JPU merupakan catatan gelap upaya penegakan hukum yang patut disayangkan," imbuh dia.
Sehingga atas argumentasi JPU soal perselingkuhan, kata Arman, pihaknya akan menyiapkan pembelaan dalam pembacaan pledoi dan menuangkan keberatannya.
"Sesuai KUHAP, kami akan tuangkan argumentasi dan bukti secara lengkap dalam nota pembelaan/pleidoi. Kami pastikan pembelaan untuk klien kami adalah pembelaan yang objektif dan berdasarkan fakta-fakta persidangan, bukan pemaksaan asumsi dan kronologis yang tidak logis seperti yang disajikan JPU," ujar Arman.
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Advertisement